Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Hotbonar Sinaga mengatakan, banyak perusahaan asuransi di Indonesia yang beroperasi seadanya, tanpa modal, bahkan asetnya pun jauh di bawah ketentuan pemerintah.
"Bukan saja tak punya modal, asetnya pun di bawah dua atau tiga miliar rupiah," kata Sinaga, saat membawakan makalah pada seminar "Permasalahan Hukum dalam Industri Asuransi di Indonesia", yang digelar Falkultas Hukum Universitas Trisakti, Kamis di Jakarta. Selain Sinaga, seminar ini juga menghadirkan pembicara Nani W. Kaudin, SH dari Perhimpunan Ahli Hukum Asuransi (Pahai) dan Teti Marsaulina, SH, LLM dari Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI).
Padahal, menurutnya, berdasarkan ketentuan pemerintah, yakni Undang-undang No. 2/92 perusahaan asuransi wajib menyediakan modal setor awal minimal Rp 3 miliar. Bahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 63/1999, modal setor awal sebesar Rp 100 miliar.
Menurut Sinaga, tujuan perusahaan asuransi gurem itu mempertahankan eksistensinya, berharap diakuisisi perusahaan asuransi raksasa asing.
Ia mencontohkan, sebuah perusahaan asuransi yang tidak disebut namanya, dengan aset Rp 3 miliar, ditawarkan 600 ribu dolar AS. "Jelas tidak laku," katanya.
"Kebijakan pemerintah sekarang beralih, dari perlindungan produsen menjadi perlindungan konsumen atau protection of policy holder," katanya. Bahkan, dalam revisi KMK No. 225/1993 disebutkan, sebuah perusahaan asuransi minimal memiliki satu tenaga ahli asuransi Indonesia, asuransi jiwa maupun umum (kerugian).
Asuransi Syariah
Menyinggung asuransi syariah, Sinaga mengungkapkan pengalamannya melakukan studi banding di Malaysia, yang jauh lebih maju bidang perasuransiannya dibanding Indonesia.
"Di sini, asuransi lazimnya tidak dibeli orang, melainkan dijual atau ditawarkan oleh agen. Tapi di Malaysia, luar biasa. Orang-orang berbondong-bondong membeli asuransi syariah," ujar Sinaga, yang mengaku peserta asuransi kerugian syariah.
Dibanding asuransi konvensional, tambah Sinaga, asuransi yang didasarkan pada hukum Islam ini memiliki kelebihan. Antara lain, kelebihan premi jika tidak ada klaim (zero claim) ditawarkan dalam tiga opsi, yakni dikembalikan lewat transfer, disedekahkan, atau dijadikan premi berikutnya pada saat perpanjangan masa asuransi. [Tma]
"Bukan saja tak punya modal, asetnya pun di bawah dua atau tiga miliar rupiah," kata Sinaga, saat membawakan makalah pada seminar "Permasalahan Hukum dalam Industri Asuransi di Indonesia", yang digelar Falkultas Hukum Universitas Trisakti, Kamis di Jakarta. Selain Sinaga, seminar ini juga menghadirkan pembicara Nani W. Kaudin, SH dari Perhimpunan Ahli Hukum Asuransi (Pahai) dan Teti Marsaulina, SH, LLM dari Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI).
Padahal, menurutnya, berdasarkan ketentuan pemerintah, yakni Undang-undang No. 2/92 perusahaan asuransi wajib menyediakan modal setor awal minimal Rp 3 miliar. Bahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 63/1999, modal setor awal sebesar Rp 100 miliar.
Menurut Sinaga, tujuan perusahaan asuransi gurem itu mempertahankan eksistensinya, berharap diakuisisi perusahaan asuransi raksasa asing.
Ia mencontohkan, sebuah perusahaan asuransi yang tidak disebut namanya, dengan aset Rp 3 miliar, ditawarkan 600 ribu dolar AS. "Jelas tidak laku," katanya.
"Kebijakan pemerintah sekarang beralih, dari perlindungan produsen menjadi perlindungan konsumen atau protection of policy holder," katanya. Bahkan, dalam revisi KMK No. 225/1993 disebutkan, sebuah perusahaan asuransi minimal memiliki satu tenaga ahli asuransi Indonesia, asuransi jiwa maupun umum (kerugian).
Asuransi Syariah
Menyinggung asuransi syariah, Sinaga mengungkapkan pengalamannya melakukan studi banding di Malaysia, yang jauh lebih maju bidang perasuransiannya dibanding Indonesia.
"Di sini, asuransi lazimnya tidak dibeli orang, melainkan dijual atau ditawarkan oleh agen. Tapi di Malaysia, luar biasa. Orang-orang berbondong-bondong membeli asuransi syariah," ujar Sinaga, yang mengaku peserta asuransi kerugian syariah.
Dibanding asuransi konvensional, tambah Sinaga, asuransi yang didasarkan pada hukum Islam ini memiliki kelebihan. Antara lain, kelebihan premi jika tidak ada klaim (zero claim) ditawarkan dalam tiga opsi, yakni dikembalikan lewat transfer, disedekahkan, atau dijadikan premi berikutnya pada saat perpanjangan masa asuransi. [Tma]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar